Wanita Tionghoa-Indonesia menjadi target pelecehan seksual keji di dunia maya

Artikel ini adalah terjemahan dari Bahasa Inggris. Klik disini untuk membaca versi asli.

Laporan tambahan oleh Andra Nasrie

Peringatan: Artikel ini mengandung unsur kekerasan seksual.


Semua dimulai dengan komentar-komentar di Instagram.

“Kulitmu putih sekali.”

“Kulitmu mulus sekali.”

Seiring waktu, komentar-komentar yang ia terima menjadi lebih berani; lebih cabul. Tak butuh waktu lama hingga ia menerima DM di Instagram yang memuat foto-foto penis mereka.

Arnia*, influencer berusia 20 tahun, mengatakan bahwa ia sering menerima pelecehan seperti ini sejak ia berusia 16 tahun.

Ini bukan interaksi media sosial yang ia dulu bayangkan. Sebagai penggemar fashion yang aktif di berbagai komunitas, Arnia mulai menjadi tenar sejak 2017. Namun, bukan salahnya kalau sebagian besar dari daftar followersnya adalah pria cabul.

“Delapan puluh persen dari followersku adalah pria. Mereka suka mengomentari kulitku,” Arnia mengatakan.

Semakin Arnia menjadi tenar, semakin intens pelecehan seksual yang ia terima.

“Kontenku banyak di repost oleh akun-akun aneh, yang pakai nama seperti ‘ketiak putih wanita Tionghoa-Indonesia’ [di Instagram dan Twitter]. Sejak itu, orang-orang yang follow akun tersebut juga follow aku… dan orang-orang ini mengirimkan saya foto penis mereka,” ia mengatakan.

“Aku benci hal itu,” Arnia menambahkan. “Aku waktu itu masih 16, kenapa mereka memfantasikan anak 16 tahun?”

Sebagai wanita Tionghoa-Indonesia, Arnia sangat sadar bahwa identitas kelamin dan rasnya membuatnya rentan terhadap pelecehan seksual di dunia maya. Seperti umumnya di Asia, kulit putih menjadi bahan fetish di Indonesia berkat, di antara lain, industri kecantikan dan pop culture yang mengunggulkan wanita yang memiliki kulit cerah.

Di Indonesia, fetish ini juga terikat kepada kebencian terhadap orang keturunan Tionghoa yang sudah menumpuk selama beberapa generasi. Pemerkosaan massal terhadap wanita-wanita Tionghoa-Indonesia pada tahun 1998 adalah satu contoh terkelam untuk kebencian ini dalam sejarah Indonesia.

Seperti banyak korban lainnya, Arnia kerap mengalami pelecehan rasial seiring dengan pelecehan seksual di dunia maya. Banyak korban disebut sebagai “amoy,” sebuah istilah hinaan yang masih sering digunakan di percakapan seharian dan online.

Monika Winarnita, dosen studi Indonesia di Deakin University, Australia, menekankan pentingnya menghapus istilah-istilah rasis dan seksis dari percakapan umum.

“Indonesia adalah bagian dari komunitas global, yang menghargai kemajuan kemanusiaan dalam kesetaraan gender dan hak-hak minoritas seperti di dalam gerakan #MeToo, #BlackLivesMatter, dan #StopAsianHate,” kata Monika.

“Istilah hina amoy, dalam konteks sejarah, digunakan sebagai istilah rasis dan seksis terhadap wanita Tionghoa-Indonesia, seperti pada pemerkosaan massal Mei 1998 … Tidak ada istilah yang sama untuk pria Tionghoa-Indonesia.”

Tentara pria cabul

Arnia hanyalah satu dari banyak wanita Tionghoa-Indonesia yang kontennya dicuri dan diubah menjadi bahan kepuasan bagi “tentara” pria cabul yang sering melakukan pelecehan seksual di dunia maya.

Setelah masuk ke dalam dunia kelam mereka selama enam bulan, Coconuts mencatat adanya ribuan akun di Twitter yang sering membagikan foto dan video intim milik wanita-wanita Tionghoa-Indonesia. Seringkali, konten itu dimanipulasi menjadi konten vulgar yang mengerikan.

Dari ribuan, kami menemukan 155 akun yang punya fokus spesifik untuk melecehkan dan mengobjektifikasi wanita Tionghoa-Indonesia. Banyak dari akun-akun tersebut mempunyai daftar followers yang panjang, mulai dari ratusan hingga ribuan. Semua akun-akun tersebut masih sangat aktif, dan bahkan beberapa dari mereka baru dibuat di tahun 2022.

Para pelaku menyembunyikan identitas asli mereka, dan mereka sering mengganti nama akun mereka untuk menghindari tuntutan atau laporan dari para korban. Banyak yang memiliki akun back up yang bisa langsung digunakan jika akun inti mereka ditangguhkan.

Jika mereka adalah tentara, maka satu dari para pelaku, yang menggunakan tiga nama akun dari 2021 hingga 2022, adalah jenderal. Banyak yang mengenalnya sebagai @krokink, namun dia juga menggunakan nama @rosseshinn. Sepengetahuan kami, ia terakhir menggunakan nama @aesshinn sebelum kami kehilangan jejaknya. Besar kemungkinan ia sudah mengganti nama lagi.

Salah satu korban dari orang cabul ini mengatakan kepada Coconuts bahwa ia telah melaporkannya ke Twitter berkali-kali, dengan harapan bahwa dia bisa dikeluarkan dari platform tersebut selamanya. Korban menyatakan bahwa ia sudah terlalu sering melaporkan @krokink, namun pelaku terus kembali dengan akun lain.

Kami mengikuti jejak akun pertamanya, @krokink, sejak Oktober 2021 disaat ia memiliki 975 followers. Namun, ia mulai aktif di Twitter sejak 2019. Pada 4 Agustus 2019, ia menulis: “Tentang akun ini: Aku onani, membagi konten, dan berfantasi tentang wanita Asia. Akun ini sebagian besar berisi amukan secara seksual, fantasi, dan jurnal seksual imajinatif. Silahkan undang atau memulai onani bersama denganku menggunakan [konten] wanita Asia pilihanmu.”

“Kalau aku kenal kamu di dunia nyata, mungkin aku sudah pernah onani sambil membayangkanmu paling tidak sekali,” ia bangga menyatakan di profil Twitternya.

@krokink sangat aktif dalam membagi foto-foto wanita Tionghoa-Indonesia, terutama influencer. Ia sering memulai “jerking sessions” dengan para pengikutnya via Twitter Spaces, dimana mereka saling membagi foto-foto para wanita yang mereka hina dan merendahkan untuk kenikmatan cabul mereka. Seperti permainan yang menjijikkan, dia juga sering memancing like dan retweet dari para pengikutnya dengan menjanjikan mereka foto-foto korban yang tidak disensor, bahkan juga tautan ke laman sosial media para korban.

Tapi yang paling menyeramkan adalah twit-twit tentang fantasi pemerkosaan, yang sering mendapat respon positif nan semangat dari para pengikutnya.

Pada 12 Januari 2022, ia menggunakan akun @rossheshinn yang memiliki 1,374 pengikut. Sepertinya, akun sebelumnya sudah diblokir, sehingga ia semakin hati-hati dalam menerima pengikut baru. Ia mengatakan bahwa ia akan blokir pengguna Twitter yang profilnya private, khawatir jika korbannya atau orang lain sedang memburunya untuk dilapor.

Pada 7 Maret 2022, @rossheshinn lenyap dari Twitter, agaknya setelah dilaporkan karena telah melanggar aturan pakai Twitter. Namun, akun lain, @aesshinn, menjelma sebagai akun back up. Aktif sejak Desember 2021, akun ini juga menggunakan Bahasa Inggris patah-patah seperti akun-akun sebelumnya.

Akun lain yang kami soroti juga sama produktifnya.

Satu akun memamerkan diri sebagai “cum-tributer,” yang artinya terlalu menjijikkan untuk dipapar disini, serta “ratings agency,” yang mengunggah ulang foto-foto privat wanita Tionghoa-Indonesia seiring dengan nilai untuk aspek fisik mereka.

“Dia seseorang yang aku sebut ‘cantik elegan.’ Dia seperti seseorang dari keluarga kaya, makanya dia pantas untuk disetubuhi tanpa ampun. Kasar, keras, dan kotor; sesuatu yang dia mungkin ga pernah alami,” akun ini menulis tentang seorang korban dalam sebuah twit.

Akun lain, yang aktif sejak Oktober 2021, menulis twit ini tentang korban lain: “Enaknya bisa perkosa dia bareng-bareng sampai kita ejakulasi di seluruh tubuhnya,” pada 25 Januari 2022.

Dan ada juga akun-akun impostor, yang menjiplak identitas korban mereka demi fantasi main peran untuk kepuasan mereka sendiri dan para followers mereka. Seringkali, dinamika rasial masuk ke dalam bahasa akun-akun ini; mereka suka memainkan skenario dimana wanita Tionghoa-Indonesia menunduk kepada nafsu pria pribumi. Hal ini adalah petunjuk penting atas identitas ras orang-orang dibalik akun-akun ini.

Satu akun impostor, yang bergabung di Twitter pada Juni 2021, sekarang memiliki 11,4 ribu followers and masih sangat aktif. Pada 10 February 2022, memainkan peran sebagai seorang wanita Tionghoa-Indonesia, ia menulis twit, “Pelacur Cina harus selalu patuh terhadap penis Indonesia.”

Korban terlupakan oleh hukum

Akun-akun ini hanyalah puncak gunung es. Mereka termasuk dalam komunitas yang sangat terkoordinasi dan sangat aktif, mengambil konten milik korban — kebanyakan dari media sosial — kemudian saling menukar antara satu sama lain. Konten tersebut kemudian menyebar dengan cepat; ketika sudah dibagikan, sepertinya tidak ada yang bisa menghentikannya.

Pembagian konten intim tanpa izin yang tiada hentinya ini menunjukkan kegagalan sistemis dalam perlindungan korban kekerasan seksual di Indonesia, maupun di dunia nyata dan dunia maya.

Menurut Komnas Perempuan, terdapat 1,721 laporan menyangkut kekerasan seksual online pada 2021 — kenaikan sebesar 83 persen dibanding 2020.

AWAS KBGO — grup advokasi untuk kekerasan seksual online, yang bergaung di bawah grup pelindung hak digital Southeast Asia Freedom of Expression Network (SAFEnet) — menerima 677 laporan, 599 diantaranya dari perempuan, pada 2021. LBH APIK menerima 489 laporan kekerasan seksual online — tertinggi diantara jenis kekerasan seksual lainnya — pada 2021.

Veryanto Sitohang dari Komnas Perempuan menyatakan banyak korban cenderung enggan untuk melapor karena mereka takut atas intimidasi, tekanan, dan eksploitasi.

“Melihat kenaikan di kasus kekerasan seksual online, perlindungan dan rehabilitasi para korban adalah prioritas, [dan ini bisa dibantu] dengan diloloskannya RUU TPKS,” kata Veryanto.

Yang dimaksud Veryanto adalah Rancangan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual, yang dirancang 10 tahun lalu namun kerap tertahan di parlemen karena tolakan dari grup-grup konservatif. Mereka menilai RUU TPKS bisa mempromosikan nilai-nilai seks bebas.

Setelah usaha selama bertahun-tahun dan juga beberapa modifikasi, RUU TPKS akhirnya disahkan pada 12 April 2022. Dengan ini, Indonesia sekarang bisa memberikan perlindungan lebih besar terhadap korban kekerasan seksual, dan menjatuhkan hukuman lebih berat terhadap pelaku kekerasan seksual.

Berkat UU baru ini, kekerasan seksual online sekarang sudah dikategorikan sebagai kejahatan. Secara spesifik, UU mendefinisikan mengambil atau membagi konten intim tanpa izin sebagai kegiatan pidana yang bisa dihukum dengan penjara selama empat tahun. Para korban sekarang bisa mendapatkan perwakilan hukum dan penyuluhan psikologis, serta kompensasi untuk kerugian materil walaupun non-materil.

Dengan sendirinya, UU TPKS adalah langkah maju untuk mengurangi kekerasan seksual. Namun, UU ini masih belum teruji jika dibentrokkan dengan dua UU kontroversial: UU ITE dan UU Pornografi. Kedua UU ini sering disebut memiliki berbagai pasal karet yang sudah berkali-kali menjerat korban, bukan pelaku.

“Yang menarik adalah para pelaku bisa [melalui UU] mengkriminalisasi korban kekerasan seksual online, terutama dalam kasus-kasus distribusi konten intim tanpa izin,” Ellen Kusuma, yang memimpin divisi kekerasan seksual online di SAFENet, menjelaskan.

Pada dasarnya, pelaku bisa menggunakan UU ITE — yang mengkriminalisasi berbagai jenis komunikasi daring yang bisa dianggap menyudutkan pihak manapun — untuk membalas laporan korban mereka apalagi kasus kekerasan seksual merusak reputasi sang pelaku.

Terkait pornografi, definisinya masih sangat rancu dalam undang-undang. Saat ini, pembuatan konten intim untuk keperluan pribadi bisa menjadi tindakan kriminal jika konten tersebut tersebar ke umum.

“Ketika penegak hukum berpikir apapun yang mengandung konten bugil [adalah pornografi] dan tidak melihat gambaran secara luas, ayat-ayat di dalam UU Pornografi bisa digunakan untuk mengkriminalisasi korban,” kata Ellen.

Korban seringkali hanya memiliki waktu sempit untuk melaporkan kasus kepada polisi.

“Perspektif mengkhawatirkan juga ada di kepolisian, dimana korban yang tidak langsung melaporkan kasus mereka juga bisa dituntut. Contohnya, ketika seseorang menjadi korban penyebaran konten intim tanpa izin, dan korban tidak lapor, si korban bisa dilaporkan oleh orang lain dan menjadi tersangka,” Ellen menjelaskan.

Dan juga ada ketidakpercayaan terhadap penegak hukum akibat penanganan kasus kekerasan seksual tanpa sensitivitas, serta kultur menyalahkan korban (victim blaming) yang kental. “Ini jelas, karena, di kasus-kasus penyebaran konten intim tanpa izin, [korban] harus menyerahkan barang bukti kepada petugas kepolisian pria,” Ellen menambahkan.
Baru-baru ini, video sex privat seorang wanita Jawa Barat berinisial VN, bersama mantan suami dan pria lain, tersebar di dunia maya. Tidak diketahui siapa yang membocorkan video itu, namun VN divonis tiga tahun penjara dan denda IDR1 milyar karena telah bersalah menurut UU Pornografi pada tahun 2020. Walaupun para pria di video juga divonis bersalah, kebanyakan kritik dari publik diarahkan kepada VN.

Kegagalan platform

Melawan kekerasan seksual online harus dilakukan melalui dua jalur: tindakan oleh penegakan hukum serta platform media sosial.

Di Twitter, banyak pelaku bisa mengelak dari aturan platform karena mudahnya membuat akun back up.

Seperti yang dialami SAFENet ketika menangani kasus-kasus seperti ini, pemberantasan pelaku memerlukan kerja yang lebih berat daripada hanya melaporkan mereka melalui fitur yang terdapat di aplikasi.

Ellen menyatakan bahwa lebih mudah untuk membuat akun baru daripada melaporkan pelanggaran, sehingga selalu ada jalan keluar untuk para pelaku.

“Orang yang mau membuat akun baru tidak perlu verifikasi identitas mereka, sedangkan orang yang mau melapor harus [verifikasi identitas],” ia mengatakan.

“Platform digital harus fokus terhadap distribusi konten intim tanpa izin. Kenapa para platform harus verifikasi identitas [korban], sedangkan kita tahu apa yang terjadi berkali-kali terhadap para korban?”

Terkait kebijakan Twitter tentang penyebaran konten intim tanpa izin, platform tersebut menyatakan, “Menyebarkan foto atau video seks eksplisit seseorang secara online tanpa izin yang bersangkutan merupakan pelanggaran berat terhadap hak privasi dan Peraturan Twitter. Konten ini, terkadang disebut ‘pornografi balas dendam’, dapat menimbulkan risiko keamanan dan keselamatan yang serius bagi orang yang terlibat dan dapat mengakibatkan kesulitan fisik, emosional, dan keuangan.”

Kebijakan ini terakhir diperbarui pada November 2019.

Fuck you. Fucking burn. Aku harap para wanita di kehidupan mereka bisa keluar. Aku harap ibu, istri, anak, kakak adik mereka menyadari betul bahwa mereka adalah sampah yang harus dibuang.”

ARNIA

Twitter mencatat beberapa contoh konten yang melanggar kebijakan ini, seperti “konten kamera tersembunyi yang menampilkan ketelanjangan baik secara keseluruhan maupun sebagian dan/atau tindakan seksual; gambar atau video yang diambil tanpa sepengetahuan objek (disebut juga “creepshot”) atau yang diambil dari sudut yang memungkinkan orang melihat bagian dalam pakaian (atau “upskirt”), mis. bagian kelamin, bokong, atau payudara seseorang; gambar atau video yang meletakkan, atau memanipulasi secara digital, wajah seseorang di atas tubuh telanjang orang lain; foto atau video yang diambil di lingkungan intim dan tidak untuk disebarkan ke publik; dan menawarkan hadiah atau hadiah uang untuk ditukarkan dengan gambar atau video intim.”

Dalam investigasi kami, kami menemukan bahwa kebanyakan konten yang dibagikan oleh para pelaku cabul masuk ke kategori-kategori diatas. Namun, kami juga menemukan banyak kasus dimana pelecehan disampaikan dalam bentuk tulisan. Kebijakan Twitter hanya mencakup pelanggaran terkait foto dan video, bukan tulisan.

Tapi Twitter memberikan peluang bagi pengguna untuk melaporkan “konten yang menawarkan hadiah atau hadiah uang untuk ditukarkan dengan media ketelanjangan tanpa persetujuan orang yang bersangkutan” serta “gambar atau video intim yang disertai: teks yang menyatakan/menginginkan untuk melukai atau membalas dendam pada mereka yang digambarkan, misalnya saja, ‘saya harap kamu menderita saat orang-orang melihat ini’; dan informasi yang dapat digunakan untuk menghubungi mereka yang digambarkan, misalnya saja, ‘Katakan apa yang kamu pikirkan tentang mantan saya dengan menghubungi 1234567.’”

Kami tidak menemukan konten yang mengandung nomor telepon para korban. Kami menemukan banyak twit yang mengandung niat untuk memerkosa atau menyakiti, tapi tidak secara langsung menyebut balas dendam. Dari banyak kasus yang kami lihat, sulit untuk memasukkan mereka ke dalam kategori pornografi balas dendam karena tidak ada unsur niat buruk secara pribadi dari pelaku terhadap korban.

Kami menghubungi perwakilan Twitter di Asia Tenggara untuk klarifikasi, tapi belum mendapatkan jawaban.

Jika Twitter menemukan kasus dimana konten intim disebar tanpa izin, mereka bisa langsung memblokir akun pelaku secara permanen.

Namun, Twitter juga menyatakan, “Untuk kasus lain, kami mungkin tidak dapat menangguhkan akun dengan segera. Ini dikarenakan beberapa orang membagikan konten ini secara tidak sengaja, untuk mengekspresikan keterkejutan, ketidakpercayaan, atau melaporkan praktik ini. Dalam hal ini, kami akan mewajibkan Anda menghapus konten tersebut. Kami juga mungkin akan mengunci akun Anda sebelum Anda dapat mengirim Tweet lagi. Jika Anda melanggar kebijakan ini lagi setelah peringatan pertama, akun Anda akan ditangguhkan secara permanen. Jika Anda merasa yakin bahwa penangguhan akun Anda merupakan sebuah kekeliruan, Anda dapat mengajukan keberatan.”

Seperti yang telah kami paparkan dalam investigasi kami, banyak pelaku bisa menyembunyikan identitas mereka, membuat akun back up, membuat akun baru, mengubah username, dan bahkan membuat akun impostor. Dari ribuan akun yang kami ikuti, hanya segelintir yang pernah diskors oleh Twitter.

Ribuan wanita telah menjadi korban pelecehan seksual oleh para predator ini, tapi banyak dari mereka bahkan tidak menyadari itu.

Pada 7 April 2022, kami menemukan @aesshinn lagi, namun kali ini akunnya dibuat menjadi privat setelah ia mengganti foto profil dan detail akun. Semua usaha korbannya untuk melapornya menjadi sia-sia.

Arnia berharap bahwa, suatu hari, ia bisa menatap langsung para pelaku, yang hanya bisa sembunyi dibalik identitas dunia maya mereka. Ia bilang ia ingin sekali mengunggah foto wajah-wajah mereka disertai oleh foto penis mereka di Instagram supaya mereka merasakan apa yang ia alami selama ini.

Amarah meluap ketika Arnia mengingat-ingat kembali kekerasan yang ia alami. Kepada para pelaku, ia mengatakan, “Fuck you. Fucking burn. Aku harap para wanita di kehidupan mereka bisa keluar. Aku harap ibu, istri, anak, kakak adik mereka menyadari betul bahwa mereka adalah sampah yang harus dibuang.”

*Nama asli Arnia, serta informasi tertentu tentang hidupnya, disamarkan atas keinginannya untuk melindungi identitasnya.

Jika Anda adalah korban kekerasan seksual online, berikut adalah daftar organisasi yang bisa Anda hubungi untuk mendapatkan bantuan. Awas KBGO, sebuah inisiatif untuk melawan kekerasan seksual online, menawarkan layanan konsultasi digital gratis dan sebuah handbook untuk memahami penyebaran konten intim tanpa izin.

Kevin Ng bisa dihubungi melalui Twitter di @sandhatu untuk berbagi informasi atau bagi siapapun yang ingin membagi cerita mereka terkait isu ini.



Reader Interactions

Leave A Reply


BECOME A COCO+ MEMBER

Support local news and join a community of like-minded
“Coconauts” across Southeast Asia and Hong Kong.

Join Now
Coconuts TV
Our latest and greatest original videos
Subscribe on